Semasa
sekolah, pada saat itu, saya sering bertanya-tanya sendiri , kenapa saya harus berada di tempat yang sama,
pada waktu yang sama, dan pada hari-hari yang sama, secara terus menerus ? Akibatnya, saya sering
membuat variasi sendiri, misalnya dengan bolos, datang terlambat (didukung lagi
oleh penyakit kecanduan game yang kronis). Saya telah terjebak dalam “rutinitas”.
Banyak
artikel yang telah saya baca menyatakan bahwa orang-orang seperti saya
cenderung cocok berprofesi dalam bidang
seni, dengan pola waktu dan aktivitas yang berubah-ubah. Meski kadang bermusik
dan menulis pun butuh rutinitas, tapi biasanya tidak berlangsung dalam waktu
lama.
Kadang saya berpikir rutinitas tidaklah selalu
membosankan, kita hanya butuh pemikiran dan praktek yang berbeda untuk membuat bumbu menyenangkan didalam
rutinitas itu sendiri. Mungkin itu tidaklah berhasil untuk membuat kita
menyukai rutinitas lalu mencari opsi lain. Move.
Dulu saya menemukan satu rutinitas baru yang
saya jalankan. Tentunya ini jadi fenomena langka. Sepanjang ingatan saya, tidak
banyak rutinitas yang saya pilih melalui inisiatif sendiri, lebih banyak karena
terpaksa (sekolah misalnya). Rutinitas baru ini tak punya judul resmi.
Berlangsung setiap sabtu malam selama
dua jam di rumah salah satu teman. saya
masih ingat, Ada teman yang menyebutnya PSH (Perkumpulan sabtu hening) , ada
juga yang menamainya relaksasi sabtu hening #abaikan saja.
Rutinitas yang tidak punya judul resmi. Oke sesuai
namanya tak ada schedule apa yang harus kami kerjakan. Hanya mengobrol kumpul
bersama sesama tuna asmara pada saat itu. Haha .Semuanya berubah saat ayahnya
teman saya . yang rumahnya kami tumpangi. mengajak kami semua untuk apa itu
namanya , meditasi kalo tidak salah. Maklum beliau katanya memang bekerja sebagai
“instructor” kegiatan seperti itu.
Entah
mengapa, pengalaman di satu sabtu malam, terasa ekstra berkesan, sampai-sampai
menggerakkan saya untuk menuliskan ini.
Malam itu, kami hadir berenam. Kami disuruh Duduk bersila membentuk lingkaran
di atas lantai. Suasana sunyipun mendukung
hanya kadang mengantarkan bunyi knalpot sayup-sayup. beliau menginstruksikan
kami untuk membuka mulut bergumam membunyikan bunyi “haa” selama satu menit.
Yang saya ingat beliau mengatakan teknik menggumam tersebut sangat berhubungan
dengan rasa syukur, ikhlas, dan ketenangan. karena sehari-hari, memang secara
alamiah kita pun melakukan bunyi ini
untuk mengekspresikan kelegaan,ataupun pelepasan emosi. Jujur saya merasakan
ketenangan batin. Tak tahu mengapa.
Ini
merupakan pengalaman pertama saya melakukan aktifitas “meditasi”. terakhir
beliau menyuruh kami hening. Sama-sama
lima menit. Total kami meditasi selama tiga puluh menit. Malam ditutup dengan
sharing mengenai kesan dan pengalaman kami, jujur saya canggung dan saya yakin
teman-teman saya yang lain juga demikian. Karena secara pribadi saya merasa sebagai
orang yang tertutup, tapi saya tak mungkin merusak meditasi malam itu. terlalu berharga buat dilewatkan.
Saat
saya berbagi, barulah saya menyadari betapa cemerlangnya rangkaian latihan
sederhana tadi, dan betapa dalam manfaatnya bagi orang-orang yang hidup dalam
irama cepat dan pikiran yang terus menerus dibuat gelisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar