Minggu, 31 Maret 2013

Sabtu Hening







Semasa sekolah, pada saat itu, saya sering bertanya-tanya sendiri ,  kenapa saya harus berada di tempat yang sama, pada waktu yang sama, dan pada hari-hari yang sama, secara  terus menerus ? Akibatnya, saya sering membuat variasi sendiri, misalnya dengan bolos, datang terlambat (didukung lagi oleh penyakit kecanduan game yang kronis). Saya telah terjebak dalam “rutinitas”. 

Banyak artikel yang telah saya baca menyatakan bahwa orang-orang seperti saya cenderung cocok  berprofesi dalam bidang seni, dengan pola waktu dan aktivitas yang berubah-ubah. Meski kadang bermusik dan menulis pun butuh rutinitas, tapi biasanya tidak berlangsung dalam waktu lama.

            Kadang saya berpikir rutinitas tidaklah selalu membosankan, kita hanya butuh pemikiran dan praktek yang berbeda  untuk membuat bumbu menyenangkan didalam rutinitas itu sendiri. Mungkin itu tidaklah berhasil untuk membuat kita menyukai rutinitas lalu mencari opsi lain. Move.

 Dulu saya menemukan satu rutinitas baru yang saya jalankan. Tentunya ini jadi fenomena langka. Sepanjang ingatan saya, tidak banyak rutinitas yang saya pilih melalui inisiatif sendiri, lebih banyak karena terpaksa (sekolah misalnya). Rutinitas baru ini tak punya judul resmi. Berlangsung setiap sabtu malam  selama dua jam di rumah salah satu teman. saya masih ingat, Ada teman yang menyebutnya PSH (Perkumpulan sabtu hening) , ada juga yang menamainya relaksasi sabtu hening #abaikan saja. 

            Rutinitas yang tidak punya judul resmi. Oke sesuai namanya tak ada schedule apa yang harus kami kerjakan. Hanya mengobrol kumpul bersama sesama tuna asmara pada saat itu. Haha .Semuanya berubah saat ayahnya teman saya . yang rumahnya kami tumpangi. mengajak kami semua untuk apa itu namanya , meditasi kalo tidak salah. Maklum beliau katanya memang bekerja sebagai “instructor” kegiatan seperti itu.

Entah mengapa, pengalaman di satu sabtu malam, terasa ekstra berkesan, sampai-sampai menggerakkan saya untuk menuliskan  ini. Malam itu, kami hadir berenam. Kami disuruh Duduk bersila membentuk lingkaran di atas lantai. Suasana sunyipun mendukung  hanya kadang mengantarkan bunyi knalpot sayup-sayup. beliau menginstruksikan kami untuk membuka mulut bergumam membunyikan bunyi “haa” selama satu menit. Yang saya ingat beliau mengatakan teknik menggumam tersebut sangat berhubungan dengan rasa syukur, ikhlas, dan ketenangan. karena sehari-hari, memang secara alamiah kita  pun melakukan bunyi ini untuk mengekspresikan kelegaan,ataupun pelepasan emosi. Jujur saya merasakan ketenangan batin. Tak tahu mengapa.

Ini merupakan pengalaman pertama saya melakukan aktifitas “meditasi”. terakhir beliau menyuruh kami  hening. Sama-sama lima menit. Total kami meditasi selama tiga puluh menit. Malam ditutup dengan sharing mengenai kesan dan pengalaman kami, jujur saya canggung dan saya yakin teman-teman saya yang lain juga demikian. Karena secara pribadi saya merasa sebagai orang yang tertutup, tapi saya tak mungkin merusak meditasi malam itu. terlalu berharga buat dilewatkan.

Saat saya berbagi, barulah saya menyadari betapa cemerlangnya rangkaian latihan sederhana tadi, dan betapa dalam manfaatnya bagi orang-orang yang hidup dalam irama cepat dan pikiran yang terus menerus dibuat gelisah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar