Merayap
pelan di Jalan indralaya-Palembang saat jam pulang kuliah berakhir merupakan
pelatihan diri yang baik. Seolah mengamati dunia dalam lubang jarum, percepatan
lambat memungkinkan kita menangkap dengan detail jalanan yang berlubang,
ilalang gersang, tanah yang hancur, motor yang mengulur waktu untuk menyalip
kendaraan di muka sebanyak-banyaknya, debu dan angin panas bersesak bersatu
bersama jalan aspal, dan kendaraan.. lautan kendaraan.
Di
balik kerumunan debu dan ilalang gersang, timbul matahari yang membola
sempurna. jingga. Mata saya seketika melengak ke atas, sejenak meninggalkan
pemandangan Jalan berdebu yang menguji kesabaran mental. Langit warna-warni
khas senja. Campur aduk antara kelabu, biru, ungu, merah jambu, jingga.
Seketika saya bertemu dengan sebuah rasa yang entah tak bernama. tidak ada
deskripsi yang mendekati. Ada banyak hal yang membuat kita jatuh cinta pada
hidup. Tak akan terukur akal mengapa kita jutaan kali mati dan lahir, seolah
tak berakhir. Sesuatu yang mengundang kita untuk kembali, dan kembali lagi.
Dalam
dunia, jasad, materi, debu, mengundang kita menjemput jiwa untuk kembali mengalami. Dalam keadaan mabuk asmara,
kita akan merasa lahir untuk seseorang yang kita cinta. Dalam keadaan
terinspirasi, kita merasa lahir untuk berkarya dan mencipta. Seorang anak,
dalam puncak kebahagiaannya, akan merasa lahir untuk membahagiakan kedua
orangtuanya. Untuk banyak alasan, kita jatuh hati pada hidup dan isi kehidupan.
Cinta yang terus datang dan pergi sesuai dengan situasi yang terus berganti.
Hidup
memaksa kita untuk memilih dalam pilihan yang acak, kadang kita berpikir hidup
ini bukan untuk kita, yang kita lakukan selalu salah, apa selalu begini utnuk
menggapai asa dalam bualan. Terlalu pahit.
Langit
senja di jalanan macet ini menggerakkan saya untuk menelusuri cinta yang nyaris
tak terganti, yang meski hidup sedang sangat menyebalkan, saya tahu pikiran ini
selalu menyertai jiwa saya. Untuk hal-hal inilah jiwa saya tergoda untuk
kembali, dan kembali. Atau, minimal, hal-hal ini menjadi jaminan penghiburan
jiwa saya selagi menjalani berbagai peran dan ragam drama yang harus dimainkan
dalam hidup. Dan inilah daftar tersebut, dalam susunan acak.
Langit
senja. Petikan gitar. Lambaian tangan .Gemercik hujan. Satu pelukan.
Ada
kemurnian yang selalu menjemput jiwa saya untuk sejenak berdiam, arus dan
gelombang boleh turun dan pasang, sehat- sakit-susah-senang boleh bergilir
ambil posisi, tapi ada keindahan yang bergeming saat saya masih diizinkan untuk
menatap langit senja, untuk bisa memetik gitar, untuk melihat kau melambaikan
tangan sambil tersenyum padaku , untuk mendengar gemercik hujan yang menghujam
kebumi, untuk selalu merasakan dan menampung aroma bebanmu saat aku memelukmu.
Sederhana
memang, sama halnya dengan semua penelusuran sukar yang biasanya berakhir pada
penjelasan sederhana. Kelima hal tersebut adalah hidup saya dalam skala yang
kecil , yang selalu ada, walaupun jiwa saya menjalin dunia dengan materi dan
sensasi ini. Bahkan kemacetan Jalan Indralaya-Palembang yang sempit tak mampu
membendung cinta dan hidup ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar